IBADAH SYARIAH
(QURBAN dan AQIQAH)

Di susun oleh:
Rifki aida maulidina
Dosen Pembimbing:
Abdul Wahab, M.E.I
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Ibadah qurban adalah ibadah yang menjadi salah satu ciri utama
perayaan hari raya Idul Adha dan menjadi agenda rutin umat islam setiap
tahunnya. Sedangkan aqiqah adalah salah satu tradisi islam yang sudah ada sejak
zaman Rasulullah SAW. Aqiqah merupakan upacara perayaan rasa syukur atas
keselamatan bayi yang baru lahir.
Qurban dengan berbagai istilah yang ada merupakan media pengabdian
seorang hamba kepada Tuhannya. Qurban termasuk sunnah yang diajarkan oleh Nabi
Ibrahim as. Tatkala Nabi Ibrahim mendapat perintah Allah untuk menyembelih
putranya ismail.[1]
Ada dua ibadah yang mirip, tetapi sebetulnya berbeda. Dan akibat
kemiripan itu terkadang membuat umat islam sulit untuk membedakan antara
keduanya. Dua ibadah itu adalah qurban dan aqiqah.
Qurban adalah penyembelihan hewan oleh orang yang mampu pada
hari-hari tertentu di bulan Dzulhijah. Adapun aqiqah adalah penyembelihan hewan
oleh seseoranag atas kelahiran anaknya. Jika ibadah yang pertama dianjurkan
untuk dilaksanakan pada setiap tahun, untuk yang kedua tidak, yaitu hanya saat
kelahiran seorang bayi. Kemudian, jika qurban bisa dilaksanakan dengan kelompok
beberapa orang, untuk aqiqah tidak diperbolehkan. Inilah diantara sedikit
perbedaan antara dua ibadah itu.[2]
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana
pengertian qurban dan aqiqah?
2.
Bagaimana
dalil naqli qurban dan aqiqah?
3.
Bagaimana
dasar hukum qurban dan aqiqah?
4.
Bagaimana
syarat-syarat qurban dan aqiqah?
5.
Bagaimana
tata cara penyembelihan qurban dan aqiqah?
6.
Bagaimana
fungsi qurban dan aqiqah?
C.
TUJUAN
PENULISAN
1.
Untuk
mengetahui pengertian qurban dan aqiqah.
2.
Untuk
mengetahui dalil naqli qurban dan aqiqah.
3.
Untuk
mengetahui dasar hukum qurban dan aqiqah.
4.
Untuk
mengetahui syarat-syarat qurban dan aqiqah.
5.
Untuk
mengetahui tata cara penyembelihan qurban dan aqiqah.
6.
Untuk
mengetahui fungsi qurban dan aqiqah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qurban dan Aqiqah
Kata qurban berasal dari bahasa Arab qurban, diambil dari
kata qaruba yaqrubu, qurban wa qurbanan. Artinya, mendekati atau
menghampiri. Adapun menurut istilah qurban adalah menyembelih binatang qurban
(unta, sapi, kambing, atau domba) sebagai pengorbanan pada hari Idhul Adha,
dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah.
Sedangkan aqiqah adalah menyembelih kambing yang disembelih untuk
bayi yang baru lahir yaitu pada hari ketujuh kelahiran sebagai ungkapan rasa
syukur kepada Allah SWT.[3]
B. Dalil Naqli Qurban dan Aqiqah
Dalil naqli qurban
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka
dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berqurbanlah.” (Al-Kautsar(108):2)
وَالْبُدْنَ جَعَلْنهَا لَكُمْ مِنْ شَعَا ئِرِ اللّهِ لَكُمْ فِيْهَا
خَيْرٌ
“Dan telah kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagai syiar
Allah (penyembelihan hewan qurban). Kamu banyak memperoleh kebaikan dari
padanya, maka sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya.” (Al-Hajj(22):36)[4]
Dalil naqli aqiqah
وَعَنْ سَمُرَةَ رَضِىَ اللّهُ عَنْهُ اَنَّ رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى
اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: كُلُّ غُلَمٍ مُوْتَهِنٌ بِعَقِيْقَتِهِ
تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ,وَيُحْلَقُ,وَيُسَمَّى(رواه احمد)
“Dari Samurah ra. Bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: tiap-tiap
anak terpelihara dengan aqiqahnya, yang disembelih untuknya pada hari
ketujuhnya, ia dicukur rambutnya, dan diberi nama.” (HR.Ahmad)[5]
C. Dasar Hukum Qurban dan Aqiqah
Hukum qurban
Hukum qurban adalah sunnah, tidak wajib. Imam Malik dan Syafi’i
berpendapat bahwa qurban hukumnya sunnah bagi orang yang mampu, bukan wajib,
baik orang itu berada di kampung halamannya ataupun dalam musafir maupun yang
dalam mengerjakan haji. Sebaliknya makruh hukumnya meninggalkan berqurban bagi
orang yang mampu.
Lalu bagaimana seseorang dikatakan mampu?
Ukuran mampu bagi seseorang untuk berqurban adalah sama halnya
seseorang tersebut mampu untuk bersedekah, yaitu mempunyai kelebihan harta
setelah terpenuhinya kebutuhan pokok, seperti sandang pangan papan.
a)
Bagi
Rasulullah SAW.
كُتِبَ عَلَيَّ النَّحْرُ وَالذَّبْحُ وَلَمْ يَكْتُبْ عَلَيْكُمْ
“Telah
diwajibkan atasku (Rasulullah) berqurban dan ia (berqurban) tidak wajib atas kalian.”(HR Thabrani)
b)
Bagi
umat islam
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
“Barangsiapa mempunyai kelonggaran harta, tetapi ia tidak
melaksanakan qurban maka janganlah sekali-kali ia mendekati masjid kami.”(HR
Ahmad dan Ibnu Majah)
Tidak layak seseorang yang mampu berqurban tetapi tidak berqurban,
mendekati masjid untuk sholat Idul Adha. Meskipun demikian celaan ini tidak
berat setingkat perbuatan keji. Lagi pula meninggalkan sholat Idul Adha
tidaklah berdosa sebab hukumnya sunnah. Jadi celaan tersebut mengandung hukum
makruh bukan haram.[6]
c)
Bagi
seseorang yang bernadzar
مَنْ نَذَرَ أَنْ يُطِيْعَ اللّهَ فَلْيُطِعْهُ
“Barangsiapa bernadzar untuk taat kepada Allah, maka hendaklah
ia melaksanakannya.”(HR Turmudzi)
Hukum aqiqah
Hukum aqiqah adalah sunnah. Sesuai pandangan ulama Imam Syafi’i,
Imam Ahmad dan Imam Malik. Akan tetapi menurut Sayyid Sabiq dalam bukunya
Fiqhus Sunnah mengategorikan sebagai Sunnah Mu’akkadah. Artinya setiap orang
tua ditekankan untuk aqiqah apabila dikaruniai anak walaupun dalam keadaan
sempit. Karena Ashhabus sunan pernah meriwayatkan bahwa Nabi pernah mengaqiqahi
Hasan dan Husein masing-masing seekor kambing qibasy.
Sebagian besar ulama tidak sependapat dengan pendapat ulama yang
mewajibkannya aqiqah. Dikarenakan tidak adanya kewajiban secara mutlaq di dalam
al-Qur’an dan apabila wajib pasti Rasulullah sejak awal telah menerangkan
kewajiban tersebut.[7]
D. Syarat-syarat Qurban dan Aqiqah
Qurban
a)
Jenis
hewan qurban
Hewan yang digunakan dalam penyembelihan qurban adalah unta, sapi,
dan kambing.
لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللّهِ عَلى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْ بَهِيْمَةِ
الْاَنْعَامِ......
...agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan
Allah kepada mereka berupa hewan ternak...(Al-Hajj 22:34)
b)
Usia
hewan
Usia hewan yang diutamakan adalah untuk kambing atau domba berumur
satu tahun masuk tahun kedua, untuk sapi berumur dua tahun, dan untuk unta
berumur lima tahun.
لاَ تَذْبَحُوْا إِلاَّ مُسِنَّةً إِلاَّ أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ
فَتَذْبَحُوْا جَذَعَةً مِنَ اظَّأْنِ
“Janganlah kalian sembelih binatang melainkan hewan itu sudah
berumur dua tahun, kecuali jika kalian kesulitan, maka sembelihlah oleh kalian
binatang yang berumur satu tahun (masuk tahun kedua).
c)
Yang
tidak diperbolehkan.
Hewan qurban hendaknya terbebas dari kurus dan cacat yaitu buta
sebelah matanya, yang pincang, tidak al’udhba’(yang pecah tanduknya, atau yang
terpotong telinganya), dan tidak sakit.
أَرْبَعٌ لاَ تَجُوْزُ فِي الأَضَاحِي :الْعَوْرَاءُ الْبَيَّنُ
عَوَرُهَا, وَالْمَرِيْضَةُ الْبَيَّنُ مَرَضَهَا, وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ
ضَلَعُهَا, وَالْكَسِيْرَةُ الَّتِي لاَ تُنْقِي
“Ada empat macam yang tidak boleh ada pada hewan qurban: buta
sebelah yang jelas butanya, yang sakit jelas sakitnya, yang pincang jelas
pincangnya, dan hewan yang tidak mempunyai sumsum.”(HR Abu Daud:2808, dan Imam
Amad:4/3000), Adapun yang dimaksud tidak memiliki sumsum pada tulangnya, hewan
yang sangat kurus.
d)
Waktu
penyembelihan qurban
Waktu afdhal nya penyembelihan adalah pagi hari di hari Idul Adha
yakni setelah selesai melaksanakan shalat ied pada tanggal 10 Dzulhijah hingga
akhir hari tasyriq (sebelum maghrib) yaitu pada tanggal 13 Dzulhijjah. Tidak
sah jika hewan qurban disembelih sebelum shalat Idul Adha.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ قَالَ,قَلَ رَسُوْلُ
اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ
فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ
نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِيْنَ
Dari Anas bin Malik r.a. berkata bahwa Nabi saw. bersabda,
“Barangsiapa berqurban sebelum shalat (Idul Adha) maka ia menyembelih untuk
dirinya sendiri. Dan barangsiapa berqurban setelah shalat maka sempurnalah
ibadah qurbannya dan sesuai sunnah ummat islam.”(HR Bukhari)
e)
Pendistribusian
hewan qurban
Hewan qurban tersebut disunnahkan dibagi menjadi tiga yaitu
sepertiga dibagikan kerabat dan sanak
saudara, sepertiga disedekahkan kepada fakir miskin, dan sepertiganya lagi
untuk disimpan atau untuk yang berqurban.
كُلُوْا وَأَطْعِمُوْا وَاحْبِسُوْا أَوِادَّخِرُوْا
“Makanlah (daging qurban), berikanlah, dan simpanlah.”(HR
Muslim)[8]
Aqiqah
a)
Kondisi
kesehatan dan usia hewan aqiqah.
Apa yang diperbolehkan dalam berqurban dari segi umur dan kondisi
fisik maka diperbolehkan dalam aqiqah, dan apa yang tidak diperbolehkan untuk
berqurban juga tidak diperbolehkan untuk aqiqah.
b)
Waktu
pelaksanaanya.
Jika memungkinkan, penyembelihan dilangsungkan pada hari ketujuh.
Jika tidak, maka pada hari keempat belas. Dan jika yang demikian masih tidak
memungkinkan, maka pada hari kedua puluh satu.
تُذْبَحُ لِسَبْعٍ, وَلِاَرْبَعَ عَشَرَ, وَلِإِحْدَى وَعِشْرِيْنَ
“Disembelih (aqiqah) pada hari ketujuh, dan hari keempat belas, dan
pada hari kedua puluh satu.”
Menurut Imam malik aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh adalah
sunnah, dan apabila dilakukan pada hari keempat belas, kedua puluh satu,
ataupun seterusnya tetap diperbolehkan. Pendapat ini juga diperkuat oleh sayyid
Sabiq dalam bukunya fiqhus sunnah yang membolehkan melakukan aqiqah pada hari setelah
kedua puluh satu.
c)
Aqiqah
untuk anak laki-laki dan anak perempuan.
Afdhal untuk anak laki-laki disembelihkan dua ekor kambing,
sedangkan untuk anak perempuan satu ekor.
إِنَّ رَسُوْلَ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُمْ
عَنِ الْغُلاَمِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ
“Sesungguhnya Rasulullah SAW memerintahkan mereka beraqiqah
untuk anak laki-laki dua ekor kambing dan untuk anak perempuan satu ekor
kambing.” (HR Turmudzi).
d)
Memakan
sebagian dan membagikan sebagian.
Dianjurkan
untuk membaginya sebagaimana pembagian dalam daging qurban, memakan sebagian
darinya, mensedekahkan, dan menghadiahkan sebagian lainnya.
E. Tata Cara Penyembelihan Qurban dan Aqiqah
Di dalam penyembelihan terdapat 4 rukun penyembelihan, yaitu:
a)
Adz-Dzabih
(penyembelih).
b)
Hewan
yang disembelih.
c)
Al-Alah
(alat), yaitu setiap alat yang dengan ketajamannya dapat digunakan menyembelih
hewan, seperti pisau, besi, dan tembaga. Tidak diperbolehkan menyembelih hewan
dengan gigi, kuku, dan tulang hewan.
d)
Proses
penyembelihan itu sendiri. Dalam penyembelihan ini, wajib memutuskan saluran
napas dan saluran makanan.
Teknis penyembelihan:
a)
Hewan
dibaringkan ke sebelah rusuknya yang kiri dengan posisi mukanya menghadap ke
kiblat.
b)
Penyembelih
meletakkan kakinya yang sebelah di atas leher hewan, agar hewan itu tidak
menggerak-gerakkan kepalanya atau meronta.
c)
Apabila
hewan yang akan disembelih adalah unta disunnahkan hewan itu berdiri, dengan
kaki kiri sebelah depan terlipat dan diikat.
d)
Hendaknya
penyembelih menggunakan benda tajam, tidak tumpul, untuk menghindari adanya
penyiksaan terhadap hewan.
e)
Penyembelih
melakukan penyembelihan sambil membaca basmalah, dapat pula ditambah dengan
membaca sholawat atas Nabi SAW. maupun diiringi dengan membaca doa:
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
“Ya Tuhan kami, terimalah qurban kami ini, sesungguhnya Engkau
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
F. Fungsi Qurban dan Aqiqah
Qurban
a)
Akan
menambah cinta dan keimanan kita kepada Allah SWT.
b)
Sebagai
rasa syukur pada Allah SWT atas karunia yang dilimpahkan pada kita.
c)
Menambah
rasa peduli dan tolong-menolong kepada orang lain yang kurang mampu.
d)
Akan
menambah persatuan dan kesatuan karena ibadah qurban melibatkan seluruh lapisan
masyarakat.[9]
Aqiqah
a)
Sebagai
bukti rasa syukur orang tua kepada Allah SWT atas nikmat yang diberikannya
berupa anak.
b)
Membiasakan
bagi orang tua untuk berkorban demi kepentingan anaknya yang baru lahir.
c)
Sebagai
penebus gadai anak dari Allah SWT sehingga anak menjadi hak baginya dalam
beramal dan beribadah.
d)
Hubungan
dengan tetangga dan sanak kerabat lebih erat dengan adanya pembagian daging
aqiqah.
e)
Sebagai
wujud meneladani sunnah Rasulullah SAW, sehingga akan memperoleh nilai pahala
disisi Allah SWT.[10]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian qurban adalah menyembelih binatang qurban (unta, sapi,
kambing, atau domba) sebagai pengorbanan pada hari Idhul Adha, dalam rangka
taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Sedangkan aqiqah adalah menyembelih
kambing yang disembelih untuk bayi yang baru lahir yaitu pada hari ketujuh
kelahiran sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT.
Dalil naqli quban adalah فَصَلِّ لِرَبِّكَ
وَانْحَرْ yang artinya “Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan
berqurbanlah.” (Al-Kautsar(108):2). Sedangkan dalil naqli aqiqah adalah وَعَنْ سَمُرَةَ
رَضِىَ اللّهُ عَنْهُ اَنَّ رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
كُلُّ غُلَمٍ مُوْتَهِنٌ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ,وَيُحْلَقُ,وَيُسَمَّ
((رواه احمد
“Dari Samurah ra. Bahwasannya
Rasulullah SAW bersabda: tiap-tiap anak terpelihara dengan aqiqahnya, yang
disembelih untuknya pada hari ketujuhnya, ia dicukur rambutnya, dan diberi
nama.” (HR.Ahmad)
Hukum
qurban adalah sunnah, tidak wajib. Imam Malik dan Syafi’i berpendapat bahwa
qurban hukumnya sunnah bagi orang yang mampu, bukan wajib, baik orang itu
berada di kampung halamannya ataupun dalam musafir maupun yang dalam
mengerjakan haji. Sedangkan hukum aqiqah adalah sunnah. Sesuai pandangan ulama
Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan Imam Malik.
Syarat-syarat
qurban adalah Hewan yang digunakan dalam penyembelihan qurban adalah unta,
sapi, dan kambing. Usia hewan yang diutamakan adalah untuk kambing atau domba
berumur satu tahun masuk tahun kedua, untuk sapi berumur dua tahun, dan untuk
unta berumur lima tahun, hewan qurban hendaknya terbebas dari kurus dan cacat
yaitu buta sebelah matanya, yang pincang, tidak al’udhba’(yang pecah tanduknya,
atau yang terpotong telinganya), dan tidak sakit, waktu afdhal nya
penyembelihan adalah pagi hari di hari Idul Adha yakni setelah selesai
melaksanakan shalat ied pada tanggal 10 Dzulhijah hingga akhir hari tasyriq
(sebelum maghrib) yaitu pada tanggal 13 Dzulhijjah. Tidak sah jika hewan qurban
disembelih sebelum shalat Idul Adha, hewan qurban disunnahkan sepertiga
dibagikan kerabat dan sanak saudara,
sepertiga disedekahkan kepada fakir miskin, dan sepertiganya lagi untuk
disimpan atau untuk yang berqurban. Syarat-syarat hewan aqiqah sama dengan
syarat hewan qurban namun waktu pelaksanaan aqiqah yaitu disunnahkan pada hari
ketujuh, keempat belas dan kedua puluh satu, namun hari berikutnya juga
diperbolehkan, jumlah hewan aqiqah satu kambing untuk perempuan dan dua kambing
untuk laki-laki.
Teknis
penyembelihan qurban dan aqiqah adalah hewan dibaringkan ke sebelah rusuknya
yang kiri dengan posisi mukanya menghadap ke kiblat, penyembelih meletakkan
kakinya yang sebelah di atas leher hewan, agar hewan itu tidak menggerak-gerakkan
kepalanya atau meronta, apabila hewan yang akan disembelih adalah unta
disunnahkan hewan itu berdiri, dengan kaki kiri sebelah depan terlipat dan
diikat, hendaknya penyembelih menggunakan benda tajam, tidak tumpul, untuk
menghindari adanya penyiksaan terhadap hewan, penyembelih melakukan
penyembelihan sambil membaca basmalah, dapat pula ditambah dengan membaca
sholawat atas Nabi SAW. maupun diiringi dengan membaca doa:
رَبَّنَا تَقَبَّلْ
مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.
Fungsi
qurban adalah akan menambah cinta dan keimanan kita kepada Allah SWT, sebagai
rasa syukur pada Allah SWT atas karunia yang dilimpahkan pada kita, menambah
rasa peduli dan tolong-menolong kepada orang lain yang kurang mampu, akan
menambah persatuan dan kesatuan karena ibadah qurban melibatkan seluruh lapisan
masyarakat. Sedangkan fungsi aqiqah adalah sebagai bukti rasa syukur orang tua
kepada Allah SWT atas nikmat yang diberikannya berupa anak, membiasakan bagi
orang tua untuk berkorban demi kepentingan anaknya yang baru lahir, sebagai
penebus gadai anak dari Allah SWT sehingga anak menjadi hak baginya dalam
beramal dan beribadah, hubungan dengan tetangga dan sanak kerabat lebih erat
dengan adanya pembagian daging aqiqah, sebagai wujud meneladani sunnah
Rasulullah SAW, sehingga akan memperoleh nilai pahala disisi Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Ibnu Hajar Al Asqalani, Al Hafidh. Bulughul
Maram, “terj.”, Mahrus
ali. Surabaya: Mutiara
Ilmu, 1995.
Jabir
Al-Jaza’iri, Abu Bakar. Minhajul Mslim. Surakarta: Insan Kamil, 2011.
Nurul Rosidin, Didin. Kurban dan
Permasalahannya. Jakarta: Inti Medina, 2009.
Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. Jakarta:
At-Tahiriyah, 1954.
Rifa’i, Moh. Fiqh untuk Madrasah Aliyah.
Semarang: PT Wicaksana, 1991.
Rosyidah, Dian dkk. Fiqih kelas IX untuk
Mts dan SMP Islam. Jakarta: Arafah Mitra Utama,
2008.
Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah. Bandung:
PT AL-MA’ARIF, 1996.
[1] Didin nurul rosidin, Kurban dan permasalahannya (Jakarta: Inti
Medina, 2009), 39.
[2] Ibid., 73.
[3] Abu bakar jabir al-jaza’iri, Minhajul muslim (Surakarta: Insan
Kamil, 2011), 578.
[4] Al-Qur’an, 22: 36.
[5] Al hafiddh ibnu hajar al asqalani, Bulughul Maram, “terj.”,
Mahrus ali (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1995), 596.
[6] Rosidin, Kurban dan permasalahannya, 45.
[7] Rosidin, Kurban dan permasalahannya, 77.
[8] Rosidin, Kurban dan permasahannya, 66.
[9] Moh Rifa’i, Fiqh untuk Madrasah Aliyah (Semarang: PT Wicaksana,
1991), 180.
[10] Dian Rosyidah, dkk, Fiqih kelas IX untuk Mts dan SMP Islam
(Jakarta: Arafah Mitra Utama, 2008), 27.